Selasa, 05 Februari 2013

Siasat bisnis baru investasi kayu jabon

Merdeka.com

Masyarakat boleh saja meributkan bisnis investasi kayu jabon, apakah terindikasi money game atau tidak. Namun bagi Hendrayana, Manajer dan Penanggung Jawab Sistem di PT Global Media Nusantara (GMN), pemilik program I-GIST (International Green Investment System), meyakini bisnis itu aman. Sebab, menurut dia, perusahaannya tidak pernah mengelola dana investasi laiknya manajer keuangan.

"Kami mengalokasikan uang investasi langsung ke lapangan. Untuk mengelola bibit kayu jabon, menyiapkan lahan, memupuk, merawat, dan menjaga keamanan bibit. Jadi lebih tepatnya, kami ini menjual jasa pengelolaan tanaman kayu jabon," kata dia ketika dihubungi merdeka.com kemarin melalui telepon selulernya.

Selama ini, kata dia, GMN melalui paket program I-GIST hanya murni menjual produk satu paket pengelolaan bibit kayu jabon plus lahan. Perusahaan juga memberikan tanda terima berupa sertifikat pengelolaan. Jadi, kata dia, uang investasi tidak hanya diputar-putar sedemikian rupa seperti perusahaan investasi pada umumnya, melainkan langsung disalurkan sesuai amanat pembeli.

Bagaimana dengan sistem Multi Level Marketing (MLM)? Menurut dia, itu hanya salah satu cara untuk mendongkrak penjualan. Investor boleh menjadi investor aktif dengan ikut mencari investor baru, boleh juga tidak atau menjadi investor pasif. Bagi investor yang bisa mengajak orang mendapat komisi, bukan bonus.

Penanggung jawab lahan, Dadan, mengatakan hal serupa. Menurut dia, produk bibit kayu jabon selama ini hasil budidaya sendiri. Sebab perusahaan memiliki target lima tahun panen sehingga bibit harus seragam, yakni diambil dari induk pohon langsung berusia 42 tahun. Harga bibit juga bervariasi, tergantung jarak pengiriman. Misalnya di Garut, Jawa Barat, harga satu bibit hanya Rp 1.750.

Sementara di Serang, Provinsi Banten, kata dia, harganya hanya Rp 1.500. Berbeda lagi dengan harga bibit di Sumedang dan Sumbawa, rata-rata harganya Rp 2.000. Karena GMN menjual bibit dalam bentuk paket, lengkap dengan lahan dan pengelolaan, harganya lebih mahal antara Rp 150 ribu hingga 160 ribu satu biji.

Perhitungannya, 65 persen dari harga buat rencana pemasaran, sisanya 35 persen untuk biaya penanaman; pencarian lahan, legalitas, pemasangan kamera, infrastruktur, perawatan dan pemeliharaan selama lima tahun. Namun GMN menjual harga paketan. Misalnya untuk harga paket Rp 500 ribu, investor hanya mendapat dua bibit. Paket Rp 8 juta, investor mendapat 52 bibit, paket Rp 10 juta mendapat 67 bibit, dan paket Rp 71 juta mendapat 469 bibit.

Hingga kini, kata dia, perusahaan sudah menanam bibit jabon di lahan seluas 211 hektar. Lahan itu tersebar di Cianjur 16 hektar, Wado 50 hektar, Leles 50 hektar, kemudian Sumbawa Barat 15 hektar, Awasagara 50 hektar, Singajaya 100 hektar, dan terakhir Banten 13 hektar. Setiap hektar ditanami 1.200 bibit. "Sekarang sudah 90 persen lahan tertanami," katanya.
[fas]
 
sumber tulisan dari merdeka.com dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar